Sabtu, 30 Juli 2011

Pemenang Dalam Diri

Sore hari di tengah telaga, ada dua orang yang sedang memancing. Mereka adalah ayah dan anak yang sedang menghabiskan waktu mereka di sana. Dengan perahu kecil, mereka sibuk mengatur pancing dan umpan.  Air telaga bergoyang perlahan dan membentuk riak-riak kecil di air. Gelombangnya mengalun menuju tepian, menyentuh sayap-sayap angsa yang sedang berjalan beriringan. Suasana begitu tenang, hingga terdengar sebuah percakapan.

“Ayah”
“Hmm.. iya”, Sang ayah menjawab pelan. Matanya tetap tertuju pada ujung kailnya yang terjulur.  “Tadi malam ini,aku bermimpi aneh.  Dalam mimpiku, ada dua ekor singa yang sedang berkelahi. Gigi-gigi mereka, terlihat runcing dan tajam. Keduanya sibuk  mencakar dan menggeram, saling ingin menerkam. Mereka tampak ingin saling menjatuhkan”, ucap sang anak.



Anak muda ini terdiam sesaat. Lalu, mulai melanjutkan cerita, “Singa yang pertama, terlihat baik dan tenang. Geraknya perlahan namun pasti. Badannya pun kokoh dan bulunya teratur. Walaupun suaranya keras, tapi terdengar menenangkan buatku”.

Ayah mulai menolehkan kepala, dan meletakkan pancingnya di pinggir haluan. ”Tapi, singa yang satu lagi tampak menakutkan buatku. Geraknya tak beraturan, sibuk menerjang kesana-kemari. Punggungnya pun kotor, dan bulu yang koyak. Suaranya parau dan menyakitkan”.

“Aku bingung, maksud dari mimpi ini apa?. Lalu, singa yang mana yang akan memenangkan pertarungan itu, karena sepertinya mereka sama-sama kuat?”

Melihat anaknya yang baru beranjak dewasa itu bingung, sang Ayah mulai angkat bicara. Dipegangnya punggung pemuda di depannya. Sambil tersenyum, ayah berkata, “Pemenangnya adalah, yang paling sering kamu beri makan.

Ayah kembali tersenyum, dan mengambil pancingnya. Lalu, dengan satu hentakan kuat, di lontarkannya ujung kail itu ke tengah telaga. Tercipta kembali pusaran-pusaran air yang tampak membesar. Gelombang riak itu kembali menerpa sayap-sayap angsa putih di tepian telaga.

Pengajaran:

Setiap diri kita memiliki “singa” saling bertolak belakang. Masing-masing ingin menjadi pemenang, dengan menjatuhkan salah satunya. Singa-singa itu adalah gambaran dari sifat yang kita miliki. Kebaikan dan keburukan. Dua sifat ini sama-sama memiliki peluang untuk menjadi pemenang dan kita pun dapat mengambil sikap untuk memenangkan salah satunya. Semua tergantung dengan singa mana yang sering kita beri makan.

Salah satu santapan dari singa yang buruk adalah sinetron. Sinetron memiliki naskah yang  dangkal, emosional berlebihan, pendidik yang baik dalam hal kekerasan, kelicikan, alur cerita yang dipanjang-panjangkan, yang makin hari makin tidak berkualitas. Sinetron yang baik bisa dihitung dengan jari.

Belum lagi, kita juga disuguhkan oleh tayangan gosip, yang membuka-buka aib orang lain. Juga tayangan yang mempertontonkan keburukan dan kekerasan.

Setiap dari kita merindukan tayangan yang berkualitas, yang menengok pribadi-pribadi yang tangguh dalam berjuang untuk mencapai prestasi. Tayangan yang santun, tayangan yang mengajak untuk  lebih dekat dengan Tuhannya.

Apa yang kita baca dan apa yang kita lihat, adalah makanan bagi pikiran kita. Apa yang terpikirkan, itulah yang akan tersikap.


Sumber : http://www.resensi.net/pemenang-dalam-diri/2011/06/ 

Kacamata Yang Kotor



Suatu ketika ada seorang yang bertugas keluar negeri untuk studi banding tentang tata kenegaraan ke suatu negara. Kedudukannya adalah ketua rombongan, sehingga wajar kalau disegani oleh seluruh anggota rombongan. Usianya sudah cukup untuk dikatakan tua. Agak kesulitan jika melihat sesuatu yang ada didekatnya. Oleh karenanya, saat membaca, saat melihat sesuatu yang dekat dibutuhkan alat bantu berupa kacamata.

Semua tugas telah dilaksanakan, tibalah saatnya waktu yang dinanti-nantikan. Yaitu free time yang biasa diisi dengan pergi ketempat wisata dan berbelanja atau sekedar membeli oleh-oleh. Sesuai pesanan keluarga, oleh-oleh kali ini berupa hiasan yang bisa dipasang di dinding, atau di meja ruang keluarga.

Tiap mengunjungi tempat wisata, selalu keluar kata-kata kagum dan pujian. Tentunya hal ini diangguki oleh para pendampingnya. Selesai agenda jalan-jalan, selanjutnya adalah mencari cendera mata.

Kali ini tujuan adalah ke toko penjual cendera mata. Diperhatikannya tiap pernik cendera mata dengan seksama, dan tentunya memakai kacamata ka. Namun ternyata ketua rombongan ini kurang berkenan dengan cendera mata yang dipajang di toko. Perkataan yang keluar hanyalah ungkapan-ungkapan negatif. Ya kotorlah, kurang bagus, warna yang berantakan, dan lain-lain. Terpaksa pindah ke toko lain. Di toko lain pun, tetap sama, hingga akhirnya keluar masuk toko hingga pulang ke Indonesia dengan tidak membawa apa yang dipesankan keluarga.

Sesampainya di rumah, barulah sadar jika kacamata yang ia pakai ternyata kotor.

Pengajaran:

Segala peristiwa dan kejadian dalam kehidupan ini akan terlihat positif ataupun tidak tergantung dari kacamata yang kita pakai. Kacamata yang kita pakai akan membentuk persepsi, yaitu cara pandang berdasarkan pola pikir dan perilaku.

Setiap orang dapat mendeskripsikan situasi atau kejadian secara berbeda berdasarkan penglihatan mereka. Persepsi tersebut akan mempengaruhi pola pikir serta tindakan selanjutnya.

Dr.Wayne Dyer mengatakan, “When you change the way you look at things, the things you look at change Ketika Anda mengubah cara pandang terhadap sesuatu, maka apa yang Anda lihat akan berubah. 

Berpikir dan bersikap optimis tentu membantu persepsi Anda lebih jernih, sehingga nampak jelas peluang-peluang baru yang dapat menolong situasi Anda atau memandu Anda menuju sukses dan kebahagiaan”.


Sumber : http://www.resensi.net/kacamata-yang-kotor/

Kentang dan Dendam

Suatu waktu, ada seorang guru SMP yang meminta murid-muridnya untuk membawa satu kantung plastik ke sekolah. Kemudian, dia meminta setiap anak untuk memasukkan satu kentang berukuran kelereng yang  telah disediakan ke dalam kantung untuk setiap orang yang berbuat salah pada mereka dan tak mau mereka maafkan. Kantung itu harus mereka bawa selama satu minggu.


Anak-anak diminta menuliskan nama orang itu dan tanggal kejadian pada kulit kentang. Dan kantung tersebut harus dibawa kemanapun mereka pergi selama satu minggu penuh. Kantung itu, harus berada di sisi mereka saat tidur, di letakkan di meja saat mereka belajar, dan ditenteng saat berjalan. Menjadikan kantung itu sebagai teman mereka. Ada beberapa anak yang memiliki kantung yang ringan, namun tidak sedikit juga yang memiliki plastik kelebihan beban.

Hari berganti hari kentang itu makin membusuk dan mengeluarkan bau yang tak sedap. Hampir semua anak mengeluh dengan pekerjaan ini. Akhirnya, waktu satu minggu itupun selesai.

Dan semua anak, agaknya banyak yang memilih untuk membuangnya daripada menyimpannya terus menerus.

Pengajaran:

Saat kita tidak mau memaafkan seseorang, maka itu seperti kita sedang membawa beban. Iya, membawa beban di hati kita.

Memberi maaf adalah lebih mudah dan ringan daripada membawa beban yang akan memperlambat pikiran juga gerak kita. Iya, memperlambat pikiran yang seharusnya memikirkan hal lain, harus terisi sebagian oleh siapa dan kenapa kita tidak memberi maaf.

Saat kita menyimpan dan memendam kemarahan, dendam, maka sebenarnya kita sedang membawa kebusukan dihati kita. Akan ada perasaan berat, tertekan, juga kegalauan menyelimuti hati kita. Dan ini adalah suatu penyakit.

Segala sesuatu yang busuk, jika tidak segera dibuang, maka pada saatnya nanti akan dibuang beserta wadahnya. Begitu pula dengan kita, jika kebencian itu tidak segera dibuang dari hati kita, maka kitalah yang akan dipinggirkan dari sekeliling kita.

Mungkin kita berpikir, memaafkan adalah hadiah bagi orang yang kita beri maaf. Namun, harus kita sadari, bahwa pemberian itu adalah juga hadiah buat diri kita sendiri. Hadiah untuk sebuah kebebasan. Kebebasan dari rasa tertekan, rasa dendam, rasa amarah, dan kedegilan hati”.


Sumber : http://www.resensi.net/kentang-dan-dendam/ 

Kualitas Pensil dalam kehidupan

5 kualitas dari sebuah pensil :

Pertama:
Pensil mengingatkan kamu kalau kamu bisa berbuat hal yang hebat dalam hidup ini. Layaknya sebuah pensil ketika menulis, kamu jangan pernah lupa kalau ada tangan yang selalu membimbing langkah kamu dalam hidup ini. Kita menyebutnya Allah, Dia akan selalu membimbing kita menurut kehendak-Nya.

Kedua:
Dalam proses menulis, kamu kadang beberapa kali harus berhenti dan menggunakan rautan untuk menajamkan kembali pensil kamu. Rautan ini pasti akan membuat si pensil menderita. Tapi setelah proses meraut selesai, si pensil akan mendapatkan ketajamannya kembali. Begitu juga dengan kamu, dalam hidup ini kamu harus berani menerima penderitaan dan kesusahan, karena merekalah yang akan membuatmu menjadi orang yang lebih baik.

Ketiga:
Pensil selalu memberikan kita kesempatan untuk mempergunakan penghapus, untuk memperbaiki kata-kata yang salah. Oleh karena itu memperbaiki kesalahan kita dalam hidup ini, bukanlah hal yang jelek. Itu bisa membantu kita untuk tetap berada pada jalan yang benar.

Keempat:
Bagian yang paling penting dari sebuah pensil bukanlah bagian luarnya, melainkan arang yang ada di dalam sebuah pensil. Oleh sebab itu, selalulah hati-hati dan menyadari hal-hal di dalam dirimu.

Kelima:
Sebuah pensil selalu meninggalkan tanda ataupun goresan. Seperti itu juga kamu, kamu harus sadar kalau apapun yang kamu perbuat dalam hidup ini akan meninggalkan kesan. Oleh karena itu selalulah hati-hati dan sadar terhadap semua tindakan.

Kekuatan Api Cinta

Alkisah suatu ketika dahulu, Kapak, Gergaji, Palu, dan Nyala Api sedang mengadakan suatu perjalanan bersama-sama. Di suatu tempat, perjalanan mereka terhenti kerana terdapat sepotong besi waja yang menghalang jalan. Mereka berusaha menyingkirkan besi waja tersebut dengan kekuatan yang mereka miliki masing-masing.

“Itu dapat aku singkirkan”, kata Kapak. Pukulan-pukulannya keras sekali menghentam besi yang kuat dan keras itu. Tapi setiap hentaman hanya membuat kapak itu lebih tumpul sampai ia terpaksa berhenti.

“Sini, biar aku yang urus”, kata Gergaji. Dengan gigi-gigi yang tajam tanpa perasaan, iapun mulai menggergaji. Tapi terkejut dan kecewa ia, semua giginya jadi tumpul dan jatuh.

“Lihat, aku sudah cakap”, kata Palu. “Kan aku sudah cakap anda semua tak dapat lakukan. Sini, sini aku tunjukkan caranya”. Tapi baru sekali ia memukul, kepalanya terpantul sendiri, dan besi tetap tak berubah.

“Boleh aku coba?” tanya Nyala Api. Dan ia pun melingkarkan diri, dengan lembut menggeluti, membelai, memeluk, dan mendakap besi itu erat-eratnya seperti tak mau melepaskannya lagi. Besi yang keras itupun meleleh cair.

Pengajaran: 

Ada banyak hati yang cukup keras untuk melawan kemurkaan dan amukan kemarahan demi harga tinggi. Tapi jarang ada hati yang tahan melawan nyala api cinta kasih yang hangat. Betapa kebijaksanaan ada dalam sebuah kelembutan dan kehangatan, seperti api mencairkan hati yang dingin. Dan tak ada yang tahan berhadapan nyala cinta kasih.

Aksara Bernyanyi Copyright © 2009
Scrapbook Mania theme designed by Simply WP and Free Bingo
Converted by Blogger Template Template