Rabu, 30 Maret 2011

Pohon, Daun, dan Angin

POHON

Alasan mengapa orang-orang memanggil ku Pohon karena aku sangat baik dalam menggambar pohon. Setelah itu, aku selalu menggunakan gambar pohon pada sisi kanan sebagai trademark pada semua lukisan ku. Aku telah berpacaran sebanyak 5 orang wanita ketika aku masih di SMA.

Ada satu wanita yang aku sangat aku cintai, tapi aku tidak punya keberanian untuk mengatakannya. Dia tidak memiliki wajah yang cantik, dan lainnya, dia sangat peduli dengan orang lain dan religius tapi dia hanya wanita biasa saja.

Aku menyukai nya, sangat menyukai nya, menyukai gayanya yang innocent dan apa adanya, kemandirian nya, aku menyukai kepandaiannya dan kekuatannya. Alasan aku tidak mengajak nya kencan karena aku merasa dia yang sangat biasa dan tidak serasi untukku. Aku juga takut, jika kami bersama semua perasaan yang indah ini akan hilang. Aku juga takut kalau gosip-gosip yang ada akan menyakitinya. Aku merasa dia adalah sahabatku dan aku akan memilikinya tiada batasnya dan aku tidak harus memberikan semuanya hanya untuk dia.

Alasan yang terakhir, membuat dia menemani ku dalam berbagai pergumulan selama 3 tahun ini. Dia tahu aku mengejar gadis-gadis lain, dan aku telah membuatnya menangis selama 3 tahun.

Ketika aku mencium pacar ku yang kedua, dan terlihat olehnya. Dia hanya tersenyum dengan berwajah merah dan berkata lanjutkan saja dan setelah itu pergi meninggalkan kami. Esoknya, matanya bengkak dan merah. Aku sengaja tidak mau memikirkan apa yang menyebabkannya menangis, tapi...

Aku tertawa dengannya seharian. Ketika semuanya telah pulang, dia sendirian di kelas untuk menangis. Dia tidak tahu bahwa aku kembali dari latihan sepak bola untuk mengambil sesuatu di kelas, dan aku melihatnya menangis selama sejam-an.

Pacar ku yang ke-4 tidak menyukai nya. Pernah sekali mereka berdua perang dingin, aku tahu bukan sifatnya untuk memulai perang dingin. Tapi aku masih tetap bersama pacar ku. Aku berteriak padanya dan matanya penuh dengan air mata sedih dan kaget. Aku tidak memikirkan perasaannya dan pergi meninggalkannya bersama pacar ku. Esoknya masih tertawa dan bercanda denganku seperti tidak ada yang terjadi sebelumnya. Aku tahu bahwa dia sangat sedih dan kecewa tapi dia tidak tahu bahwa sakit hatiku sama buruknya dengan dia, aku juga sedih.

Ketika aku putus dengan pacar ku yang ke 5, aku mengajak nya pergi. Setelah kencan satu hari itu, aku mengatakan bahwa ada sesuatu yang ingin kukatakan padanya. Dia mengatakan bahwa kebetulan sekali bahwa dia juga ada sesuatu yang ingin dia katakan padaku. Aku cerita padanya tentang putusnya aku dengan pacar ku dan dia berkata tentang dia sedang memulai suatu hubungan dengan seseorang. Aku tahu pria itu.

Dia sering mengejarnya selama ini. Pria yang baik, penuh energi dan menarik. Aku tak bisa memperlihatkan betapa sakit hatinya aku, tapi hanya bisa tersenyum dan mengucapkan selamat padanya. Ketika aku sampai di rumah, sakit hatiku bertambah kuat dan aku tidak dapat menahannya. Seperti ada batu yang sangat berat di dadaku. Aku tak bisa bernapas dan ingin berteriak namun tidak bisa.

Air mata mengalir dan aku jatuh menangis. Sudah sering aku melihatnya menangis untuk pria yang mengacuhkan kehadirannya. Ketika upacara kelulusan, aku membaca SMS di Handphone ku. SMS itu di kirim 10 hari yang lalu ketika aku sedih dan menangis. SMS itu berbunyi, Daun terbang karena Angin bertiup atau karena Pohon tidak memintanya untuk tinggal?.

DAUN

Selama SMA, aku suka mengoleksi daun-daun, kenapa? Karena aku merasa bahwa daun untuk meninggalkan pohon yang selama ini di tinggali membutuhkan banyak kekuatan.

Selama 3 tahun di SMA, aku dekat dengan seorang pria, bukan sebagai pacar tapi sahabat. Tapi ketika dia mempunyai pacar untuk yang pertama kalinya, Aku mempelajari sebuah perasaan yang belum pernah aku pelajari sebelumnya - CEMBURU. Perasaan di hati ini tidak bisa digambarkan dengan menggunakan Lemon. Hal itu seperti 100 butir lemon busuk. Mereka hanya bersama selama 2 bulan. Ketika mereka putus, aku menyembunyikan perasaan yang luar biasa gembiranya. Tapi sebulan kemudian dia bersama seorang gadis lagi.

Aku menyukai nya dan aku tahu bahwa dia juga menyukai ku, tapi mengapa dia tidak mau mengatakannya? Sejak dia mencintai ku, mengapa dia tidak yang memulainya dulu untuk melangkah? Ketika dia punya pacar baru lagi, hatiku selalu sakit. Waktu berjalan.. dan berjalan, hatiku sakit.

Aku mulai mengira bahwa ini adalah cinta yang bertepuk sebelah tangan, tapi mengapa dia memperlakukan ku dengan sangat baik di luar perlakuan nya hanya untuk seorang teman?

Menyukai seseorang sangat menyusahkan hati, aku tahu kesukaannya, kebiasaannya. Tapi perasaannya kepadaku tidak pernah bisa diketahui. Kau tidak mengharapkan aku seorang wanita untuk mengatakannya bukan?

Di luar itu, aku mau tetap di sampingnya, memberikannya perhatian, menemaninya, dan mencintainya. Berharap, bahwa suatu hari, dia akan datang dan mencintai ku. Hal itu seperti menunggu telepon nya. Setiap malam, mengharapkannya untuk mengirim ku SMS. Aku tahu se sibuk apa pun dia, dia pasti meluangkan waktunya untukku. Karena itu, aku menunggunya. 3 tahun cukup berat untuk ku lalui dan aku mau menyerah.

Kadang aku berpikir untuk tatap menunggu. Luka dan Sakit hati, dan dilema yang menemani ku selama 3 tahun ini.
Ketika di akhir tahun ke 3, seorang pria mengejar ku dia adalah adik kelas ku, setiap hari dia mengejar ku tanpa lelah. Dari penolakan-penolakan yang telah ditunjukkan, aku merasa bahwa aku ingin memberikan dia ruang kecil di hatiku.

Dia seperti angin yang hangat dan lembut, mencoba meniup daun untuk terbang dari pohon. Akhirnya, aku sadar bahwa aku tidak ingin memberikan Angin ini ruang yang kecil di hatiku. Aku tahu Angin ini akan membawa pergi Daun yang lusuh jauh dan ke tempat yang lebih baik. Akhirnya Aku meninggalkan Pohon, tapi Pohon hanya tersenyum dan tidak meminta ku untuk tinggal, aku sangat sedih memandangnya tersenyum ke arah ku.
Daun terbang karena Angin bertiup atau Pohon tidak memintanya untuk tinggal?.

ANGIN

Karena aku menyukai seorang gadis bernama Daun, karena dia sangat bergantung pada Pohon, jadi aku harus menjadi Angin yang kuat.

Angin akan meniup Daun terbang jauh. Ketika aku pertama kalinya, ketika 1 bulan setelah aku pindah sekolah. Aku melihat seorang memperhatikan kami bermain sepak bola. Ketika itu, dia selalu duduk di sana sendirian atau dengan teman-temannya memperhatikan Pohon. Ketika Pohon berbicara dengan gadis-gadis, ada cemburu di matanya. Ketika Pohon melihat ke arah Daun, ada senyum di matanya.


Memperhatikannya menjadi kebiasaan ku, seperti daun yang suka melihat Pohon. Suatu hari, dia tidak tampak, aku merasakan kehilangan. Senior ku juga tidak ada saat itu, Aku pergi ke kelas mereka, melihat senior ku sedang memperhatikan Daun. Air mata mengalir di mata Daun ketika Pohon pergi, besok nya, aku melihat Daun di tempatnya yang biasa, memperhatikan Pohon. Aku melangkah dan tersenyum padanya. Menulis catatan dan memberikan kepadanya. Dia sangat kaget.

Dia melihat ke arah ku, tersenyum dan menerima catatan ku. Besok nya, dia datang, menghampiri ku dan memberi ku catatan. Hati Daun sangat kuat dan Angin tidak bisa meniup nya pergi, hal itu karena Daun tidak mau meninggalkan Pohon. Aku melihat ke arah nya dengan kata-kata tersebut dan pelan dia mulai berkata padaku dan menerima kehadiran ku dan telepon ku. Aku tahu orang yang dia cintai bukan aku, tapi aku akan berusaha agar suatu hari dia menyukai aku.

Selama 4 bulan, Aku telah mengucapkan kata Cinta tidak kurang dari 20 kali kepadanya. Setiap kali dia mengalihkan pembicaraan tapi aku tidak menyerah, aku memutuskan untuk memiliki dia dan berharap dia akan setuju menjadi pacar ku.

Aku bertanya, Apa yang kau lakukan? Kenapa kau tidak pernah membalas?
Dia berkata, Aku menengadahkan kepalaku.
Ah?, Aku tidak percaya apa yang aku dengar.
Aku menengadahkan kepalaku, dia berteriak.
Aku meletakkan telepon, berpakaian dan naik taksi ke tempat dia, dan dia membuka pintu, aku memeluknya kuat-kuat.
Daun terbang karena tiupan Angin atau karena Pohon tidak memintanya untuk tinggal?.

Ayah, Anak, dan Burung Gagak

Pada suatu petang seorang tua bersama anak mudanya yang baru menamatkan pendidikan tinggi duduk berbual-bual di halaman sambil memerhatikan suasana di sekitar mereka. Tiba-tiba seekor burung gagak hinggap di ranting pokok berhampiran. Si ayah lalu menunjuk jari ke arah gagak sambil bertanya, Nak, apakah bendanya itu?
Burung gagak, jawab si anak.
Si ayah mengangguk-angguk, namun sesaat kemudian si ayah mengulangi pertanyaan yang sama. Si anak menyangka ayahnya kurang mendengar jawabannya tadi lalu menjawab dengan sedikit kuat, Itu burung gagak ayah!

Tetapi sesaat kemudian si ayah bertanya lagi dengan pertanyaan yang sama. Si anak merasa agak keliru dan sedikit runsing dengan pertanyaan yang sama dan di ulang-ulang, lalu si anak menjawab dengan lebih kuat, BURUNG GAGAK!!

Si ayah terdiam seketika. Namun tidak lama kemudian sekali lagi mengajukan pertanyaan yang serupa hingga membuat si anak hilang kesabaran dan menjawab dengan nada yang hendak tak hendak melayani si ayah, Gagak lah ayah........

Tetapi agak mengejutkan si anak, apabila si ayah sekali lagi membuka mulut hanya untuk menanyakan pertanyaan yang sama. Dan kali ini si anak benar-benar hilang kesabaran dan menjadi marah.
Ayah!!! saya tidak tahu sebenarnya ayah paham atau tidak. Tapi sudah lima kali ayah bertanya soal itu dan saya pun sudah memberikan jawabannya. Apalagi yang ayah mau saya katakan???? Itu burung gagak, burung gagak lah.....”, kata si anak dengan nada yang begitu marah.

Si ayah terus bangun menuju ke dalam rumah meninggalkan si anak yang terpinga-pinga. Sebentar kemudian si ayah keluar semula dengan sesuatu di tangannya. Dia mengulurkan benda itu kepada anaknya yang masih geram dan bertanya-tanya. Dan itu adalah sebuah diary lama.

Coba kau baca apa yang pernah ayah tulis di dalam diary itu, pinta si ayah. Si anak akur dan membaca perenggan yang berikut..........
Hari ini aku di halaman bersama anakku yang genap berumur lima tahun. Tiba-tiba seekor gagak hinggap di pohon berhampiran. Anakku terus menunjuk ke arah gagak dan bertanya, Ayah, apa itu?.
Dan aku menjawab, Burung gagak.
Walau bagaimana pun, anak ku terus bertanya tentang soalan hal serupa dan setiap kali aku menjawab dengan jawaban yang sama. Sehingga 25 kali anakku bertanya demikian, dan demi cinta dan sayang aku terus menjawab untuk memenuhi perasaan ingin tahu nya. Aku berharap hal ini akan menjadi suatu pendidikan yang berharga baginya.

Setelah selesai membaca perenggan tersebut si anak mengangkat muka memandang wajah si ayah yang kelihatan sayu.

Si ayah dengan perlahan bersuara, Hari ini ayah baru bertanya kepada kau tentang persoalan yang sama sebanyak lima kali, dan kau telah hilang kesabaran serta marah kepada ayah.

Pengajaran:

Jagalah hati kedua orang tua kita dan jangan sesekali mengecilkan hati mereka.

Selasa, 29 Maret 2011

Kisah Pohon Apel

Suatu masa dahulu, terdapat sebatang pohon apel yang amat besar. Seorang anak laki-laki begitu gemar bermain-main di sekitar pohon apel ini setiap hari. Dia memanjat pohon tersebut, memetik serta memakan apel sepuas hatinya, dan adakalanya dia beristirahat lalu terlelap di perdu pohon apel tersebut. Anak lelaki tersebut begitu menyayangi tempat permainannya. Pohon apel itu juga menyukai anak tersebut.

Masa berlalu...

Anak lelaki itu sudah besar dan menjadi seorang remaja. Dia tidak lagi menghabiskan masanya setiap hari bermain di sekitar pohon apel tersebut. Namun begitu, suatu hari dia datang kepada pohon apel tersebut dengan wajah yang sedih.

Marilah bermain-main lah di sekitar ku, ajak pohon apel itu.

Aku bukan lagi anak-anak, aku tidak lagi gemar bermain dengan engkau,  jawab remaja itu.

Aku menginginkan permainan. Aku perlukan uang untuk membelinya, tambah remaja itu dengan nada yang sedih.

Lalu pohon apel itu berkata, “Kalau begitu, petiklah apel-apel yang ada padaku. Juallah untuk mendapatkan uang. Dengan itu, kau dapat membeli permainan yang kau inginkan”.

Remaja itu dengan gembiranya memetik semua apel di pohon itu dan pergi dari situ. Dia tidak kembali lagi selepas itu.

Pohon apel itu merasa sedih.

Masa berlalu... Suatu hari, remaja itu kembali. Dia semakin dewasa. Pohon apel itu merasa gembira.

Marilah bermain-main lah di sekitar ku, ajak pohon apel itu.

Aku tiada waktu untuk bermain. Aku terpaksa bekerja untuk mendapatkan uang. Aku ingin membina rumah sebagai tempat perlindungan untuk keluargaku. Bolehkah kau menolong ku? Tanya anak itu.

Maafkan aku. Aku tidak mempunyai rumah. Tetapi kau boleh memotong dahan-dahan ku yang besar ini dan kau buatlah rumah. Pohon apel itu memberikan cadangan.

Lalu, remaja yang semakin dewasa itu memotong ke semua dahan pohon apel itu dan pergi dengan gembiranya. Pohon apel itu pun turut gembira tetapi kemudian dia merasa sedih karena remaja itu tidak kembali lagi selepas itu.

Suatu hari yang panas, seorang lelaki datang menemui pohon apel itu. Dia sebenarnya adalah anak lelaki yang pernah bermain-main dengan pohon apel itu. Dia telah matang dan dewasa.

Marilah bermain-main lah di sekitar ku, ajak pohon apel itu.

Maafkan aku, tetapi aku bukan lagi anak lelaki yang suka bermain-main di sekitar mu. Aku sudah dewasa. Aku mempunyai cita-cita untuk berlayar. Malangnya, aku tidak mempunyai boat. Bolehkah kau menolong ku? tanya lelaki itu.

Aku tidak mempunyai boat untuk diberikan kepada kau. Tetapi kau boleh memotong batang pohon ini untuk dijadikan boat. Kau akan dapat berlayar dengan gembira, kata pohon apel itu.

Lelaki itu merasa sangat gembira dan menebang batang pohon apel itu. Dia kemudian pergi dari situ dengan gembiranya dan tidak kembali lagi selepas itu.

Namun begitu, pada suatu hari, seorang lelaki yang semakin di mamah usia, datang menuju pohon apel itu. Dia adalah anak lelaki yang pernah bermain di sekitar pohon apel itu.

Maafkan aku. Aku tidak ada apa-apa lagi untuk diberikan kepada kau. Aku sudah memberikan buah ku untuk kau jual, dahan ku untuk kau buat rumah, batang ku untuk kau buat boat. Aku hanya ada tunggul dengan akar yang hampir mati..., kata pohon apel itu dengan nada pilu.

Aku tidak ingin apelmu karena aku sudah tiada bergigi untuk memakan nya, aku tidak ingin dahanmu karena aku sudah tua untuk memotong nya, aku tidak ingin batang pohonmu karena aku berupaya untuk tidak berlayar lagi, aku merasa lelah dan ingin istirahat, jawab lelaki tua itu.

Jika begitu, istirahatlah di perdu ku, kata pohon apel itu.

Lalu lelaki tua itu duduk beristirahat di perdu pohon apel itu dan beristirahat. Mereka berdua menangis kegembiraan.

Pengajaran:

Sebenarnya, pohon apel yang dimaksudkan didalam cerita itu adalah kedua-dua ibu bapa kita. Bila kita masih muda, kita suka bermain dengan mereka. Ketika kita meningkat remaja, kita perlukan bantuan mereka untuk meneruskan hidup. Kita tinggalkan mereka, dan hanya kembali meminta pertolongan apabila kita di dalam kesusahan. Namun begitu, mereka tetap menolong kita dan melakukan apa saja asalkan kita bahagia dan gembira dalam hidup.


Sumber : http://www.oaseqalbu.net/modules.php?name=News&file=article&sid=35 

Aksara Bernyanyi Copyright © 2009
Scrapbook Mania theme designed by Simply WP and Free Bingo
Converted by Blogger Template Template